Sabtu, 21 Maret 2015

PERSEMAR: Hati-hati dengan Husnudzon!

Peringatan PERSEMAR 1965 - Sudah menjadi kegiatan tahunan Gontor untuk mengadakan peringatan peristiwa 19 Maret 1965. Ini dilakukan pastinya ada tujuan. Yaitu sebagai peringatan bagi generasi setelahnya yang bukan tidak mungkin bisa menemui fenomena dan fakta yang sama di masa mendatang. 
Bagiku ngeri juga yah. Tidak terbayang kiai sebuah pondok mau diusir dan diturunkan oleh santrinya sendiri! Padahal kiai lebih dahulu ada ketimbang santri. Kiai juga lah yang memperjuangkan pondok sejak berdiri hingga mampu berkembang. Eh, kok ada santri yang baru datang sudah mau mengusir kiai dari pondok yang ia perjuangkan. Kan gak masuk akal???
Menurut para saksi hidup yang ada,itu bermula dari banyak faktor, salahsatunya adalah HUSNUDZON.
Teringat ayat Qur'an: "Inna ba'dlod dzoni itsmun" (sesungguhnya sebagian prasangka, entah baik ataupun buruk, itu BERDOSA)
Nah, lo! Entah kita berprasangka baik atau buruk ternyata tetap saja berdosa! So, daripada menduga-duga "Ka'annahu-Ka'annahu" mending kita tanya langsung ke sumbernya atau kita teliti benar-benar hingga terlihatlah benang merah yang menjadi fakta yang kita cari.
Bermula dari peristiwa pemberontakan PKI tahun 1965 yang dikenal dengan GESTAPU (Gerakan September Tiga Puluh) atau GESTOK (Gerakan Satu Oktober) yang digawangi oleh para kaum komunis menginspirasi para santri yang tidak puas dengan keadaan pondok. Memang pada tahun segitu (tahun 60-an) Indonesia tertimpa Maja'ah alias kelaparan di mana-mana. Ditambah banyaknya santri yang tidak membayar uang makan atawa nunggak. 100 orang santri dibiayai dari uang makan 60 orang. Dari situlah berpengaruh pada kualitas makanan santri yang tidak memuaskan. 
Berlanjutlah protes di kalangan santri tentang lauk pauk yang berujung pada dugaan korupsi oleh pengurus dapur. Protes ini sebenarnya kecil dan remeh. Tetapi, diakibatkan oleh sering kosongnya kelas karena guru-guru yang tidak mengajar tanpa ada yang menggantikan, santri pun mengisinya dengan ghibah plus rasan-rasan (bhs, Jawa: gosip). Yang diomongin macem-macem, termasuk lauk pauk, pengurus dapur, pengurus ADM, para dewan guru, bahkan kiai pun jadi bahan gosipan nan tercela itu. Tidak berhenti di kelas, di ruang latihan pidato pun isu-isu ghibahan ini pun ikut di bahas dan dipermasalahkan hingga mempengaruhi sebagian besar santri yang lugu dan tidak tahu apa-apa. Dan lagi-lagi, Trimurti masih husnudzon menganggapnya sebagai bagian dari dinamika santri. Dari situlah masalah membesar dan akhirnya dimanfaatkan oleh sebagian oknum untuk meng-kup alias kudeta kiai terinspirasi oleh pemberontakan PKI yang nge-trend saat itu.
Tidak lama-lama akhirnya tercapailah kata sepakat untuk memulai gerakan nyeleneh itu. Mulailah santri membuat konvoi alias daur-daur demo keliling pondok, corat-coret, dan perbuatan onar lainnya. Dan anehnya, setiap dugaan itu tidak terbukti. Lauk pauk dijelaskan masalahnya plus diadakan pemeriksaan keuangan, yang ternyata tidak terbukti ada korupsi di dalamnya. Administrasi digeledah dan dicek catatan keuangannya, pun tidak ada cacat sedikit pun. Akhirnya isu dan gosip pun berpindah ke pimpinan pondok. Dikatakan trimurti tinggal di rumah yang dibangun di atas tanah wakaf milik umat. Padahal, itu semua sudah tertulis jelas bahwa rumah trimurti bukan termasuk barang yang diwakafkan.
Kejadian menjadi-jadi, teriakan dimana-mana menyayat hati yang mendengarnya. Dan karena itulah, konon Ust. Imam Zarkasy membenci teriakan dan orang yang mengangkat suara, karena trauma teringat dengan demonstrasi PERSEMAR. Kelas tidak berjalan, kegiatan berhenti, santri keluar-masuk pondok seenaknya, seakan-akan tidak ada disiplin yang mengekang mereka. Bahkan, di puncak kemarahannya, mereka mengangkut bel qo'ah (BPPM, dipanggul dan dipukul seenaknya keliling pondok! Aneh bukan?
Kerusuhan pun memuncak dengan adanya "ide gila": MEMBUNUH TRIMURTI. Anehnya (lagi), mereka sendiri yang menamainya ide gila, seakan mereka tahu bahwa mereka sedang gila, tetapi tidak sadar dan berubah. Mereka menodong Ust. Soiman Luqmanul Hakim untuk menjadi kiai substitusi/pengganti dari trimurti.
Melihat keadaan semakin kacau, akhirnya Trimurti pun memutuskan untuk memulangkan mereka semuanya atau libur panjang hingga batas waktu yang ditentukan. Bahasa kasarnya bisa kita sebut "Usir Semua Santri" dari pondok yang sedang kacau balau.
Akhirnya bulan Juni 1965, sepotong papan tulis diletakkan di depan BPPM menyatakan pondok sedang libur panjang dan santri dipersilahkan pulang. Semua santri pun pulang. Termasuk para pemimpin pemberontakan pun melongo tidak ada massa yang digerakkan. Mereka pun akhirnya sadar status mereka sebenarnya bahwa mereka di sini hanyalah sebatas tamu yang numpang ikut meramaikan kegiatan belajar mengajar di Gontor.
3 bulan pun berlalu, Trimurti beserta pembantu-pembantunya pun memanggil sebagian santri yang masih dipercaya dan dianggap bersih dari pengaruh PERSEMAR. Tidak hanya dipanggil, bahkan mereka yang terpilih pun masih di-screening lagi. Screening di sini semacam ujian lisan yang berkaitan dengan keterlibatan santri terhadap PERSEMAR. Dari mereka ada yang lulus, ada juga yang tidak dan dipersilahkan pulang. Bahkan yang lulus pun ada juga yang dipulangkan di tengah pelajaran karena diduga terlibat dengan oknum pencetus PERSEMAR yang terlihat dari sikap dan tingkah lakunya. Berlanjutalah proses belajar mengajar hingga sekarang yang kita rasakan ini.
Dari kejadian di atas Gontor pun mendapatkan banyak pelajaran. Dan berakibat pada adanya perubahan-perubahan berikut ini:
  1. Dilarang berhubungan dengan masyarakat sekitar pondok; makan, jual-beli, dll.
  2. Ditambahnya salah satu dosa besar penyebab santri matrud/diusir, yaitu: Tidak menaati pimpinan pondok beserta para pembantu-pembantunya
  3. Guru meninggalkan kelas kosong: DOSA BESAR, bisa peringatan, dipindah, bahkan diusir..
  4. Pengetatan disiplin seketat-ketatnya
  5. Uang makan ditagih sebagai syarat ujian
  6. Diadakan Khutbatul-Arsy beserta pencetakan bukunya supaya santri memahami pondok lebih mendalan
  7. Diadakannya peringatan PERSEMAR setiap tahun.
  8. Corat-coret tembok, meja, bangku => Pelanggaran Berat
Sungguh benar ya, "EXPERIENCE IS THE BEST TEACHER". Pengalaman memang guru terbaik, bukan karena tidak memberi PR (!), tetapi karena memang pondok ini bisa maju karena berbagai pengalaman yang menempanya, entah manis ataupun pahit seperti PERSEMAR kali ini. Semoga Gontor dapat terhindar dari perbuatan terkutuk yang serupa dan semakin maju tegak menghadapi perubahan zaman.

0 komentar:

Posting Komentar